Tuesday, February 16, 2010

Contoh Tata Cara Perkawinan Hindu Menurut Daerah

Contoh Tata Cara Perkawinan Hindu Menurut Daerah


1. Wiwaha d Bali

Upacara perkawinan merupakan upacara persakian, baik kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa maupun kepada masyarakat, bahwa kedua orang tersebut mengikatkan diri sebagai suami istri, dan segala akibat perbuatanya menjadi tanggung jawab mereka bersama. Di samping itu, upacara tersebut juga merupakan pembersihan terhadap sukla (sperma) dan swanita (ovum) serta lahir batinya. Hal ini dimagsudkan agar bibit (benih) dari kedua mempelai bebas dari pengaruh-pengaruh buruk (gangguan bhuta kala) akan terbentuk sebuah “manik “ (embrio) yang sudah bersih.

Dengan demikian, diharapkan agar roh yang menjiwai manik itu adalah roh yang suci/baik dan kemudian akan lahirlah seorang anak yang berguna didalam masyarakat. Selain itu, dengan adanya upacara perkawinan ini, berarti kedua mempelai telah memilih Agama Hindu serta ajarn ajaranya sebagai pegangan hidup didalam membin rumah tangganya. Disebutkan pula bahwa hubungan sexs di dalam satu perkawinan yang tidak di dahului dengan upacara pekala-kalaan dianggap tidak baik dan disebut “kama keparagan” dan anak yang lahir akibat kama tersebut adalah anak yang tidak menghiraukan nasehat orang tua atau ajaran-ajaran Agama. Anak yang lahir demikian disebut “rare diadiu” atau rare babinjata.

Perkawinan menurut Hindu di Bali dari segi ritualnya terbagi menjadi beberapa tingkat, yitu kecil/nista, sedang/madya, dan besar/utama. Walaupun menjadi tiga tingkatan namun nilai spiritualnya sama.

a. Tata Urutan Upacara

1. Penyambutan kedua mempelai

Penyambutan mempelai sebelum memasuki pintu halaman rumah adalah symbol untuk melenyapkan unrur-unsur negative yang mungkin di bawa leh kedua mempelai, agar tidak mengganggu jalanya upacara.

2. Mabyakala

Upacara untuk membersihkan lahir batin terhadap kedua mempelai terutama sukla swanita, yaitu sel benih peria dan sel benih wanita agar menjadi janin suputra.

3. Mepejati atau Pesaksian

Mepejati merupakan upacara kesaksian tentang pengesahan perkawinan kehadapan Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, juga kepada masyarakat, bahwa kedua mempelai telah mengikatkan diri sebagai suami istri yang sah.

b. Sarana/Upakara

Jenis upacara yang dipergunkan pada upacara ini secara sederhana rincianya sebagai berikut :

a. Banten Pemagpag, segehan, dan tumpeng dadanan.

b. Banten Pesaksi, pradaksina, dan ajuman.

c. Banten untuk mempelai byakala, banten kurenan, dan pagulap pagamben.

Adapun kelengkapan upacara lainnya seperti

Adapun kelengkapan upakar lainya seperti :

1. Tikeh dadakan

Adalah sebuah tikar kecil yang dibuat dari daun pandan yang masih hijau. Ini merupakan symbol kesucian si gadis.

2. Papegatan

Yaitu berupa daun buah canang, dapdap yang ditancapkan di tempat upacara, jarak yang satu dan yang lainya agak berjauhan dan keduanya dihubungkan dengan benang putih dalam keadaan tergantung.

3. Tetimpung

Yaitu beberapa pohon bamboo kecil yang masih muda dan dan ada ruasnya sebanyak limaratus (500) atau (700).

4. Sok Dagang

Yaitu sebuah bakul berisi buah-buahan, rempah-rempah, dan keladi.

5. Kala Sepetan

Yaitu disimbolakan dengan sebuah bakul berisi serabut kelapa dibelah tiga yang diikat dengan benang tri datu, diselipi lidi tiga buah, dan tiga lembar daun dadap. Kala sepetan adalah nama salah satu bhuta kala yang akan menerima pakala-kalaan.

6. Tegen-tegenan

Yaitu batang tebu atau cabang dadap yang kedua ujungnya diisi gantungan bingkisan nasi dan uang.

c. Jalanya Upacara

1. Upacara Penyambutan Kedua Mempelai

Begitu calon mempelai memasuki pintu halaman pekarangan rumah, disambut dengan upacara masegehan dan tumpeng dandanan. Kemudian kedua mempelai duduk ke tempat yang telah disediakan untuk menunggu upacara selanjutnya.

2. Upacara Mabiakala

Sebelum upacara mabiekala, dilakukan upacara puja astute oleh pemimpin upacara. Selanjutnya membakar tetimbung sampai berbunyi sebagai symbol pemberitahuan kepada bhuta kala yang akan menerima pekala-kalaan. Kedua mempelai berdiri melangkahi tetimpung sebanyak tiga kali dan selanjutnya menghadap banten pebyakalaan. Kedua tangan mempelai dibersihkan dengan segau/tepung tawar, kemudian natab pakabyakalaan. Selanjutnya masing-masing ibu jari kaki dari kedua mempelai disentuhkan dengan telur ayam mentah di depan kakinya sebanyak tiga kali. Selanjutnya kedua mempelai dilukati dengan pangelukatan. Upacara selanjutnya adalah berjalan mengelilingi banten pesaksian dank ala sepetan yang disebut Murwa Daksina. Saat berjalan, mempelai wanita berada di depan sambil menggendong sok dagangan (symbol menggendong anak), diiringi mempelai peria memikul tegen-tegenan (symbol keras untuk memperoleh nafkah penghidupan). Setiap melewati Kala Sepetan, ibu jari kedua mempelai disentuhkan pada bakul lambang Kala Sepetan.

Mempelai wanita saat jalan dicemeti (dipukul) dengan tiga buah lidi oleh si peria sebagai symbol telah terjadi kesepakatan untuk sehidup semati. Yang terakhir kedua mempelai memutuskan benang pepegatan sebagai tanda mereka berdua telah memasuki hidup Grehastha.

3. Upacara Mapejati atau Persaksian

Dalam upacara persaksian, kedua mempelai melaksanakan puja bhakti sebanyak lima kali kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Setelah mebakti, kedua mempelai diperciki tirta pembersih oleh pemimpin upacara. Kemudian natab banten widhi widhana dan mejaya-jaya. Dengan demikian, maka selesailah pelaksanaan Samskara Wiwaha. Selesai Wiwaha Samskara adalah penandatanganan surat perkawinan oleh kedua belah pihak dihadapan saksi dan pejabat yang berwenang.

2. Wiwha di Jawa

a. Rangkaian Acara Upacara Perkawinan

Dalam rangka upacara perkawinan Hindu di Jawa, sebelum upacara inti, dilakukan serangkaian acara yang harus di tempuh, adapaun rangkaian acara tersebut adalah:

1. Nontonin, yaitu melihat dari dekat calon istri oleh calon suami dengan cara berkunjung ke rumah keluarga calon istri.

2. Pinangan, yaitu dalam acara ini bukan orangtua sang suami yang datang untuk melamar, melainkan kerabat dan keluarga orangtua calon suami yang dianggap mampu. Apabila lamar diterima, diteruskan perundingan untuk menentukan hari baik perkawinan.

3. Peningset, yaitu (asok tukon) utusan keluarga pihak peria berkunjung ke rumah pihak wanita dengan membawa tanda ikat berupa cincin, pakaian, kerabu, sapi atau berupa kebutuhan hidup lainya.

4. Midodareni, yaitu sehari sebelum melaksanakan upacara puncak perkawinan, pihak keluarga wanita menyiapkan keperluan untuk melaksanakan perkawinan esok hari, seperti kembar mayang dan keperluan lain, termasuk mulai merawat calon pengantin wanita.

5. Panggih Manten, yaitu upacara puncak daripada seluruh upacara perkawinan.

b. Sarana-sarana Lainya Sebagai Berikut

1. Tarub, Yaitu bangunan darurat saat pelaksanaan upacara perkawinan dilangsungkan.

2. Janur, yaitu daun kelapa muda untuk keperluan tanda masuk halaman rumah, kembar mayang, dan dekorasi.

3. Kelapa Dua Buah, sebagai lambang benih yang di pajang di kanan dan kri pintu masuk.

4. Pisang Raja Yang Sudah Tua, dipotong dengan batangnya dipasang di kanan kiri pintu masuk, sebagai lambang raja dan ratu.

5. Kembang setaman yang dibuat dari janur, bunga pisang yang sedang mekar, daun beringin, daun andong, daun puring, yang dilengkapi sesaji berupa pisang, dan nasi golong beserta lauk pauk dan juga gantalan.

6. Tebu Wulung yang di pajang di pintu kanan masuk, sebagai lambang benih suami istri yang sudah matang.

c. Beberapa Sesajen

1. Sajen Gede, yang ditaruh di atas tarub, unsurnya adalah pisang dua sisir, kelapa yang di kupas, beras, lawe, telur, beberapa daun-daunan, jajan pasar, bunga, gantalan, dan uang/sari.

2. Cok Bakal (Daksina), unsurnya empon-empon, teri, kluak, telor, badek tuak, gantalan, dan uang/sari. Sesajen ini ditaruh di pojok setiap rumah, dan satu di tanam di halaman rumah.

3. Sesajen yang terdiri dari jajanan pasar, beras kuning, gantalan yang ditaruh di dapur, sumur, dan perempatan jalan yang terdekat.

4. Kemabr Mayang, sejumlah empat buah yang dipergunakan dalam panggih manten.

5. Dua buah kendi yang diisi beras, telur dan kelapa gading dua buah yang ditaruh di dekat pelaminan.

6. Bubur merah putih, bunga didalam gelas berisi air dan gantalan/kinang serta lampu minyak kelapa dan sebuah lawe.

d. Upacara Panggih Manten

1. Upacara Pengesahan penganten

Pendeta/Pinandita selaku pemimpin upacara memuja di tempat upacara, kemudian mempelai menghadap Pendeta/Pinandita untuk memperoleh penyucian. Kemudian berjalan mengitari sesajen kea rah kiri sebanyak tiga kali, setelah itu duduk sembahyang muspa dan dilanjutkan metirtha. Barulah mempelai mendapatkan pembekalan.

2. Upacara Panggih Manten

Adapun urutanya adalah sebagai berikut:

a. Balangga gantal

Yaitu kedua penganten dipertemukan dengan mempergunakan pakaian adat kebesaran. Si pria sebelumnya dituntun ke rumah pondokan diiringi oleh dua orang jejaka dengan membawa kembar mayang di sampingnya. Menjelang ke pelaminan, pengiring tidak boleh masuk, kecuali yang membawa kembar mayang, bersama penganten putrid menjemput penganten pria. Pada saat itu, mempelai membawa gantalan, setelah jarak pertemuan sekitar dua meter mereka saling melempar gantalan.

b. Menginjak telor

Yaitu setelah kedua mempelai di pertemukan dan saling berjabatan tangan maka diadakan penukaran kembar ayam kedua pendamping mempelai. Selanjutnya mempelai wanita jongkok untuk membasuh kaki mempelai pria dengan air kembang setaman.

c. Timbangan

Yaitu dengan sebuah selendang kedua mempelai di tuntun mengikuti ayah dan ibu mempelai wanita. Kemudian ayah duduk di pelaminan dan kedua mempelai duduk di pangkuanya sebagai symbol, bibit, bobot dan bebet. Selanjutnya kedua mempelai duduk di pelaminan kemBali.

d. Dahar Kembul nasi Kuning

Adalah acara makan bersama kedua mempelai dalam satu piring dengan saling suap menyuapi.

e. Sungkem

Adalah acara sembah bakti kedua mempelai kehadapan orang tua.

3. Wiwaha di Dayak

Perkawinan umat Hindu adat Dayak pada dasarnya pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 tahapan, sebagai berikut:

1. Mamupuh

Bila keluarga pihak laki-laki telah mencapai sepakat tentang seorang wanita yang akan dilamar, maka keluarga laki-laki mengirim utusan kepada pihak perempuan untuk menyampaikan lamaranya. Utusan tersebut membawa persyaratan adat, seperti Sangku Tambak (mangkok yang berisi beras dan uang logam yang berguna sebagai singgal sangku). Persyaratan tersebut merupakan simbolis pihak laki-laki melamar seorang wanita. Persyaratan tersebut merupakan simbolis bahwa pihak laki-laki melamar seorang wanita. Persyaratan tersebut diserahkan langsung kepada orang tua/wali pihak perempuan. Jika pihak perempuan menerima lamaran tersebut, mereka harus menyampaikan pada utusan laki-laki yang melamar. Setelah mengetahui lamaranya diterima, pihak laki-laki menyerahkan pakaian Side ( Selembar kai panjang atau kamben) kepada wanita yang dilamar dan pada saat itu juga pihak laki-laki menetapkan rencana untuk meminang.

2. Meminang

Peminangan biasanya dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan setaelah pihak laki-laki menyerahkan pakaian Sinde Mendeng. Persyaratan meminang yang dibawa pihak laki-laki antara lain sebagai berikut: satu buah Gong untuk Batu Pisek, pakaian sinde mendeng, Seekor Ayam, dan Lis/lamiang.

Dalam peminangan itu kedua belah pihak merundingkan persyaratan perkawinan yang ditanggung oleh masing-masing pihak, seperti *elaku/Mas Kawin, Saput, pakaian, dan panginan jandu. Jika telah tercapai kata sepakat tentang persyaratan itu, barulah pihak laki-laki menyerahkan meminang tersebut kepada pihak perempuan. Ayam tersebut dibuat sesajen, darahnya diambil sedikit untuk mencuci kedua calon mempelai. Lilis/Lamiang dari pihak laki-laki dikatakan pada pergelangan tangan kanan calon mempelai perempuan. Begitu juga lis dari pihak perempuan diikatkan pada pergelangan tagan kanan calon mempelai laki-laki. Semua kesepakatan yang dicapai dalam acara peminangan ini dibuatkan surat yang diketahui oleh Demang Kepala Adat.

3. Tahap Pengukuhan perkawinan

Sebelum keberangkatan mempelai laki-laki di rumahnya menuju kediaman mempelai perempuan, terlebih dahulu diadakan upacara pemberangkatan. Setiba di rumah mempelai perempuan, mempelai laki-laki lebih dahulu menginjak telor ajam yang ditaruh di atas batu yang disiapkan di depan pintu, setelah itu mempelai laki-laki Mapas dengan menggunakan daun andong yang dicelupkan dalam air cucian beras. Magsud memapas ini adalah untuk mensucikan lahir batin mempelai laki-laki sedangkan untuk mempelai wanita telah diadakan pada malam sebelumnya. Setiba dirumah diadakan upacara Halung Hapelek ( perkawinan adat ).

Pengukuhan perkawinan secara Agama Hindu di Dayak berlangsung keesokan harinya, pada pengukuhan perkawinan, kedua mempelai duduk bersanding diatas sebuah Gong, tangan mereka memegang ponjing Andong, Rabayang, Rotan, serta menghadap sesajen yang ditujukan kepada Putir Santang (manifestasi Rajung hattala/Tuhan di bidang perkawinan). Yang melaksanakan pengukuhan perkawinan adalah tujuh orang rohaniawan Agama Hindu dengan menggunakan darah binatang korban, minyak kelapa, dan beras. Setelah itu kedua mempelai diberi makan tujuh buah nasi tumpeng yang terlebih dahulu digabungkan menjadi satu dan kemudian dibagi berdua. Sebagai penutup kedua mempelai Manukiei sebanyak tujuh kali di depan pintu rumah. Sore harinya dilanjutkan dengan upacara Mahenjean Paganten yang pada prinsipnya memberikan nasehat perkawinan kepada kedua mempelai.

Selama tujuh hari terhitung sejak upacara pengukuhan perkawinan, kedua mempelai menjalankan beberapa pantangan, antara lain tidak keluar rumah dan tidak membunuh/menyiksa binatang. Pada hari kedelapan kedua mempelai melakukan kunjungan kerumah sesepuk keluarga mempelai untuk memohon doa restu.

4. Wiwaha di Batak Karo

a. Tahap Sebelum Upacara Perkawinan

1. Ertutut Magsudnya saling memperkenalkan diri laki-laki dari keturunan mana, dan perempuan itu dan keturunan mana. Hal ini penting untuk mengetahui bebet, bobot dan bibit.

2. Naki-naki magsudnya kedua belah pihak saling berkenalan untuk mengetahui sifat pribadi, masing-masing menyerahkan suatu benda atau uang yang disebut tagih-tagih.

3. Nungkunin magsudnya jika pihakpria sudah menyetujui calon wanita maka pihak orang tua laki-laki mengadakan hubungan dengan keluarga pihak wanita, untuk menyampaikan keinginan anaknya dan mengusahakan agar perkawinan mereka dapat dijalankan.

b. Nangkih

Pihak laki-laki membawa wanita ke rumah keluarganya dengan diantar oleh satu orang atau dua orang. Biasanya si wanita dibawa oleh laki-laki ke rumah pihak Anak Berunya. Secara langsung untuk mengetahui magsud dan sekaligus mengambil langkah seperlunya.

Dalam hubungan ini, Anak Beru bertanggung jawab menghubungi Anak Beru si wanita untuk mengatur acara adat selanjutnya. Dalam rangka permulaan Ngakih ini sebelum meninggalkan tempat pemberangkatan terlebih dahulu dipersiapkan Penandingan yang bisanya berupa uang atau barang. Dalam Nangkih ini sarana upacaranya adalah Kampil dan Tabung.

c. Maba Belo Selambar

Emapat atau delapan hari setelah nagkih diadakan kunjungan yang disebut Maba Belo Selambar (membawa selembar sirih). Acara kunjungan tersebut cukup sederhana, pihak keluarga laki-laki yang berkunjung sangat terbatas. Demikian juga pihak keluarga wanita sebagai tuan rumah hanya memberitahu dua orang saudara dari Anak Berunya. Upacara yang sederhana ini sama dengan Byokaonan di Bali. Pada kesempatan ini pula dibicarakan tentang ketentuan waktu, hari secara adat yang disebut dengan membawa manuk (ayam). Alat yang dipakai dalam upacara ini adalahKampil berisi sisrih, belo sempedi, gambir dua buah, pinang secukupnya, tembakau segulug, Tabung, Beras, Setumba, Pinggan tempat uang, dan beberapa ekor ayam.

d. Maba Manuk ( membawa ayam )

Acara ini dilakukan sesuai dengan hasil keputusan pada Maba Belo Salambar yang lalu. Untuk pihak laki-laki adalaha anak beru, Kalimbubu Sigalo Ulu Emas, yaitu pihak saudara laki ibu mempelai laki-laki Singalo Peminin, Singalo Perbibi, dan Sirembah Kulau (aron). Dalam hal ini, untuk lebih jelasnya disebut Anak Beru adalah saudara perempuan pihak laki-laki, kalibubu Singalo Ulu Emas adalah saudara laki ibu mempelai laki (paman si laki). Singalo Perninin adalah saudara laki-laki pihak ibu penganten perempuan dalam bahasa Karo adalah Turang Impal yang tidakbisa dikawini. Singalo Perbirin adalah saudara ibu perempuan dari pihak penganten wanita (bibi). Dalam hal ini, keluarga masing-masing pihak sebagaimana telah diuraikan tadi pada acara Maba Manuk turut ambil bagian dalam musyawarah besar kecinya Gantang Tumba (mas kawin) yang harus ditanggung oleh keluarga mempelai laki-laki.

Anak Beru, Senina masing-masing pihak mengambil tempat di tengah-tengah pertemuan duduk berhadapan di atas tikar. Mula-mula Anak Beru pihak laki-laki menyuguhkan lima buah Kambil (tempat sirih). Kepada pihak mempelai wanita, satu untuk Sigelo Bere-bere, satu untuk Senina Singalo Peminin dan satu untuk Anak Beru. Kampil tersebut diberikan dengan magsud untuk meminta ijn apakah musyawarah sudah dapat dimulai. Setelah Kampil tersebut dikemBalikan maka acara musyawarah dapat dimulai dengan berdialog. Dalam pembicaraan antara kedua belah pihak, Anak Beru bertindak sebagai penyambung pembicara.

Hal-hal yang menjadi pembahasan dalam acara tersebut, antara lain pengesahan dari pihak mempelai perempuan mengenai kesenangan hatinya atas perkawinan yang sudah dilaksanankan adanya. Untuk menentukan jumlah bere-bere harus dimusyawaraahkan dengan Kalimbubu Singalo Bere-bere, dimana harus dihubungkan dengan jumlah kado yang akan dibawakan dengan perinsip pihaknya tidak dirugikan. Semua kelompok keluarga yang telah disebutkan tedi berhak menerima bagian masing-masing dari Tukur.

Unjukan mempelai perempuan, bagian tersebut diterima sewaktu dilaksanakan pesta perkawinan si mempelai khusus bagi Kalibubu pihak mempelai laki-laki jiga mendapat bagian. Bagian tersebut dimulai Ulu Emas, yaitu sejumlah uang diserahkan pihak laki-laki kepada Kalibubunya sendiri ( pihak saudara laki ibu mempelai laki-laki). Ulu emas tersebut merupakan penghormatan kepada Kalimbubu serta minta izin bahwa mempelai lak-laki telah kawin dengan seorang perempuan bukan dari kelompoknya.

Setelah diketahui besar kecilnya Unjukan/Tukar melalui musyawarah, ditentukan jmlah Bere-bere. Maka dapat pula ditentukan jumlah Peminin dan Perbibin. Didalam tingkatan ini dibicarakan juga tentang tingkatan pesta (kerja Erdemu Bayu) yang bakal dilaksanakan. Untuk jaminan sebagai janji pelaksanaan pesta pada waktu yang telah ditetapkan, kepada pihak mempelai wanita diserahkan Penidih Pudun masing-masing dalam bentuk uang dan jumlah ditetapkan bersama.

Sekiranya mempelai wanita ingkar dan menggagalkan perkawinan, uang tersebut harus dikemBalikan dua kali lipat, seBaliknya jika pihak laki-laki tidak menepati janjinya uang itu dianggap hilang.

Setelah hal tersebut selesai dimusyawarahkan dan dilaksanakan, maka pendigen yang telah diserahkan kepada pihak mempelai wanita suatu anaknya Nangkih dulu dikemBalikan. Sebagai penutup maka Anak Beru, Senina, masing-masing pihak melakukan Sijalepen artinya saling memperkenalkan diri, yakni tentang nama dan Marganya.

e. Kerja Erdemu Bayu

Untuk acara selanjutnya adalah Kerja Erdemu Bayu yang biasanya dilakukan di siang hari, ini merupakan inti pesta adat Karo yang berAgama Hindu. Tingkatan pesta adat ini ada yang besar, sedang, dan sederhana. Dalam pelaksanaan upacara Kerja Erdemu Bayu ini, sarana yang diperlukan dalam Kampil, Tabling, Beras Piher Stumbu, Uis Nipes untuk mempelai wanita banyaknya dua lembar yang dipakai sebagai tutup kepala (Tudung) bagi yang disebut dengan Bulang. Di samping itu untuk pihak laki diberikan kain pelihat, dan barang perhiasan untuk pihak wanita , pisau tumbuk Lada untuk pihak laki-laki. Proses pelaksanaanya, setelah rombongan laki-laki tiba di rumah wanita , disodorkan sirih epada hadirin, setelah itu penyerahan kampil dan Tudung kepada ibu dan ayah si wanita dengan perantara Anak Beru Jambu pihak laki-laki (sipompo) kepada Kalimbubu si nenek perempuan orangtua si wanita dengan perantara Anak Beru si nereh, tentang keputusan waktu Maba Manuk. Setelah setelah selesai semua pembicaraan maka dilaksanakan secara berturut oleh Anak Beru Dipempo dengan perantara Anak Beru Si nereh (mempelai wanita).

Memberu unjukan (beli) kepada Si Mupus salah seorang dari Senina, Bere-bere, perbibin, perninin, Si Rembah jala, dan penghulu. SeBaliknya pihak menerima (Si Nereh) juga memberikan sesuatu kepada kedua mempelai . Menurut adat, penyrahan dilakukan oleh senina (orang tua wanita) menyerahkan sesuatu berupa kain kawin (Uis Sereh), emas perhiasan, dan menyerahkan Uis Kela kepada penganten laki-laki serta menyerahkan modal rumah tangga berupa alat dapur kepada kedua mempelai.

Setelah selesai upacara penyerahan adata tersebut dilanjutkan dengan upacara Mejuah-juah (Selametan), sambil menaburkan beras agar kedua memplai selamat dalam menempuh hidup baru. Untuk acara selanjutnya diteruskan acara makan bersama, ini dilakukan oleh pihak laki-laki. Pada saat mukul ini dilakukan jamuan makan bersama dalam satu piring ini adalah suatu sumpah untuk hidup bersama dan saling setia untuk selama-lamanya, ini melambangkan persatuan dan kesatuan dalam perkawinan. Upacara ini dihadiri oleh keluarga terdekat dari kedua belah pihak yaitu: Anak Bru, Kalimbubu, Senina, dan Aron. Setelah berakhirnya upacara ini maka sahlah perkawinan mereka dan sah pula sebagai suami istri.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sahnya suatu perkawinan menurut hokum adat Hindu apabila telah memenuhi tiga syarat yang disebut Tri Upa Saksi, yaitu saksi kepada keluarga, masyarakat, dan saksi kepada Dewa/Tuhan. Saksi kepada keluarga akan terlihat pada upacara Maba Manuk yang hanya dihadirri oleh beberapa keluarga terdekat. Sedangkan saksi kepada masyarakat akan terlihat pada acara kerja Erdemu Bayu yang dihadiri oleh kepala desa, kaum kerabat, dan masyarakat lainya. Yang terakhir saksi kepada Dewa atau Tuhan akan dijumpai pada wktu upacara Mukul, dimana kedua belah pihak mempelai makan berdua dalam satu piring dengan mengucapkan sumpahnya kepada Tuhan dimana akan berjanji dan bersumpah akan hidup bersama untuk selama-lamanya.

f. Sesudah perkawinan

Upacara terakhir menurut Adat Karo yang berAgama Hindu adalah Nguluhken Limbas yang sering disebut dengan istilah Ertedeh Atai(kangen). Ini dilaksanakan di rumah orang tua wanita. Sarana yang dipersiapkan, yaitu ayam dua ekor, beras secukupnya, sirih seperangkat, dan tabung.

Proses pelaksanaanya adalah dengan menyodorkan sirih kepada hadirin pihak Sineren(mempelai pihak perempuan), selanjutnya acara makan bersama, karena mereka telah sah menjadi suami istri yang sebentar lagi membuat rumah tangga yang baru. Pada umumnya laki-laki dan wanita Batak Karo yang sudah kawin, kedua penganten itu tidaklama hidup atau tinggal bersama orang tuanya laki-laki. Mereka akan berdiri sendiri, berpisah dari rumah tangga orang tuanya. Tindakan mereka yang memisahkan diri dari orang tua pihak lelaki disebut dengan istilah “Penyayon atau Njayo”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:

1. Dalam perkawinan yang berlaku di Sumatra yang khususnya berAgama Hindu adalah system meminang.

2. Perkawinan yang di anggap ideal dalam amasyarakat Karo adalah perkawinan orang-orang Rimpal, yakni dimana seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya.

3. Dalam menyelesaikan segala kegiatan adat, maka Anak Beru, Kalimbubu, dan Senina ini harus ada ( Sangkep Sitelu/Rakut sitelu)dan ketiganya memiliki tugas dn fungsi yang berbeda-beda.

4. Dalam pelaksanaan pesta perkawinan itu disesuaikan dengan keadaan mislnya, bagi yang mampu dapat melakukan upacara perkawinan dengan sebesar-besarnya atau tingkat utama ( Kerja Sinuta dalam bahasa Karo)

Biasanya upacara seperti ini disertai dengan iringan gendang dat bagi yang memiliki perekonomian sedang dapat melakukan upacara dengan tingkat madya atau menengah, sedangkan bagi yang tingkat perekonomianya rendah dapat melangsungkan upacara perkawinan dengan kecil-kecilan yang tidak mengurangi nilai pokok dalam ajaran Agama, yaitu disesuaikan dengan Desa, Kala, dan Patra. Pelaksanaan acara perkawinan yang berlangsung secara sederhana ini di Bali disebut dengan istilah Byakaonan.

Contoh Tata Cara Perkawinan Hindu Menurut Daerah

oleh:

Social Group, XII IPS SMA Negeri 1 Bangli


SMA N 1 BANGLI

2009/2010

0 comments:

Post a Comment

ShareThis

 

Subscribe via email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner



let's learn to share Copyright © 2010 Check Google Page Rank